Selasa, 15 Desember 2009

Badut Kantoran

Mentari pagi masih malu keluar dari kelambu malam
Sinarnya hanya sebersit diantara ujung-ujung gedung menjulang
Tak nampak suatu kepastian akan datangnya siang menjelang
Ataupun dekapan akan hangatnya impian yang akan digenggam

Sementara itu.........
Bau asap knalpot bersahutan penuhi sesak udara pagi
Truk, bus, motor, bahkan sedan mengkilap seakan berlomba paduan suara
Tak peduli akan peringatan ataupun bahaya yang mengancam kesehatan
Tersingkir jauh nurani untuk peduli akan lingkungan dan masa depan

Satu persatu.....
Langkah-langkah gesit...genit .... tergesa.......terdera.....diburu sang waktu
Berpacu untuk dapatkan kepastian kaki di ruang lobby
Karena ketakutan akan karir dan prestasi yang selalu menghantui
Dan nilai gaji yang menjadi simbol harga diri

Aku ...........
Lelaki dusun yang terjepit dan terbuang
Coba berjuang dirimba belantara ibu kota
‘Tuk sekedar menyambung arti hidup yang mesti dijalani
Karena tak ada pilihan selain mati atau tetap mengikuti

Kini.....
Semakin jelas cermin yang terbayang didepan
Tersisih.... tak dipandang lagi sebagai sesama anak negeri
Terlempar.....tak diharaukan bagai tawanan dari medan juang
Terkapar.......bak injakan sampah yang terlalu murah

Aku tak tahu harus berkata apa....
Terlalu rendah dan murah harga diri hanya ditukar dengan materi
Ataupun nilai kepercayaan yang semakin tipis bahkan lenyap diantara teman
Aku adalah aku yang semakin diambang kebingungan
Antara mutiara hati dan nilai syahwat dunia yang menggoda


Jakarta, 15 Juli 2003

Jumat, 13 November 2009

Dewi Durgha Sang Perupa

Wahai Dewi Durgha sang perupa
Ajari jemari ini melukis di kanvas hati
Baluri kuku-kuku perayu dengan merah darahmu
Racikan tujuh pelangi dengan keringat warnamu
Menjamah wajah yang bersua tak pernah
Singkap kesenyuman perawan yang tertanam di palung terdalam

Wahai Dewi Durgha sang perupa
Pesanggrahan tujuh rupa kembang setaman dalam wajan nekara
Coba hadirkan ‘tuk undang kau datang diperaduan
Dengan mantera-mantera penjelma penglayang sukma
Peradukan do’a jumantara telanjangi jiwa samsara
Mengiringi asap dupa mengepul mengawini keharuman kemenyan
Mengguncang suara gema selaksa isi bhuwana

Wahai Dewi Durgha sang perupa
Buaikan asa dikata mencapai nirwana purnama
Mengkristal dibalik taji brani suatu prasasti
Wira ksatria karsa manunggaling sukma
Sang Putri pujaan di puri Istana Baginda
Nun jauh di kota maha praja
Lewati sagita kencana beribu langkah bhatara khala
Dalam fatamorgana kaca benggala mustika

Wahai Dewi Durgha sang perupa
Ikatkan kami dengan temali api suci abadi
Wujudkan legenda yang tak lekang dimakan zaman
Hingga temurun remah yang menjemput ajal
Keabadian suci yang tak mati sampai tutup lawang sigotaka

Jakarta , 20 Juli 2001
Sebuah permohonan akan kerinduan

Ketidakpastian

Kedua kakiku jauh sudah melangkah
Mengikuti bisikan suci kata hati dan ajakan putih naluri
Coba ungkap misteri kehidupan yang legam terpendam
Bukakan tabir takdir gelap yang selama ini masih senyap
Merambah disetiap jengkal tanah dan relung sudut celah kota
Aku coba lalui arah utara dengan pasti
Aku jalani arah selatan dengan segenggam keyakinan
Aku laju arah timur tanpa ada rasa ragu
Aku rambah arah barat penuh gairah
Tak ada loka yang patut curiga tersisa dan terlupa
Semuanya dilakukan dengan tabah dan pasrah
Tanpa lirih pamrih terbakti dari buta mata kaki

Bulir-bulir keringat merambat ragha membasuh meluruh
Wanginya setia menemai hingga lenyap tersapu bayu
Membentuk muara rasa diujung penat yang menyengat
Kawan pengabdian bagi pengorbanan sang petualang

Kelup mataku separuh tenaga lelah melihat yang ada
Kering mata air mata yang selalu bercengkerama dengan luka
Kantuk mengetuk kala siang hilang atau malam akan menjelang
Putih retina terkabur kelabu dimakan usia perjalanan

Suara serak teriak mengangkat penderitaan yang lama terjerat
Jerit pekik melengking hilang ditelan desing lalu lalang
Perau tak menyisakan sepatah kata tuk pecahkan semua problema
Hingga hanya bisu yang masih membara membahana didada
Dan lidah terbujur kaku membiarkan semua berlalu

Telinga sudah tuli dijejali doktrin yang sudah basi
Mengiang seperti genderang perang yang telah ditabuhkan
Tak ada kesejukan dan ketenangan yang lama didambakan
Atau petuah berkah dan khasiat dari nasihat para pujangga Nusantara
Kini yang didapat hanyalah cemoohan dan makian dari insan

Jakarta, 15 Agustus 2003
Suatu reflesi kehidupan menyongsong Fajar Kemerdekaan
Republik Indonesia ke 58
Dirgahayu Negaraku

Senin, 12 Oktober 2009

Berkaca Berbaskom Bocor

Jika bola mata disusupi beludru nafsu
Dan ujung syaraf disumbat ragha syahawat
Sementara lidah sudah patah dililit bola asmara
Sedangkan lubuk akal tertumpah lumpur amarah
Hilang ....bentuk wujud yang bisa dibayang
Kaca kasih sudah pecah tertimpah polah tingkah
Tak ada lagi sisa tameng yang menjadi benteng
Maka...............
Jangan pernah berharap memegang rembulan dengan tangan
Atau bahkan menjadikan matahari sebagai kawan sejati
Itu hanya perbudakan yang membaluti cermin hati

Kini ...dalam kegelapan dan perabaan di persimpangan
Sungguh lentera malamku sudah redup
Diterpa setiap hari oleh bayu ayu yang mencoba mencumbu
Di rayu oleh gemuruh lekuk gelombang kaki lenjang
Dihinggapi kerlingan mata yang merogoh sukma hingga mengganda
Disuguhi silat kata yang menggoda untuk mencoba
Tutur ragha membimbing terbang keperaduan dosa
Tapi......kristal hati tetap bersinar terang abadi
Tak tergores oleh pisau rayuan halusinasi perawan

Kini.... tengoklah wajah juwita di banyu reksa
Kecantikannya sirna....wajah ayu punah sudah
Yang nampak hanya kepala setan yang menjijikan
Tapi.....apa itu mungkin dilakukan
Jika yang ada hanya sebuah baskom bocor
Tak ada segelintir air ataupun segelembung embun
Selapis kotoran telah meredam untuk dipantulkan
Hingga puing kebenaran semakin berserakan

Oh.......andai pekat hitam bolong bisa diteropong
Samar pudar hanya bayangan yang berusaha diciptakan
Tapi itu mustahil dihadirkan dalam muka pertemuan
Tak ada inner yang mengkayuh ruh menuju percikan banyu
Untuk itu............jangan pernah berharap sang perawan menghadap
Jika sang daya tak bisa mencapai laksa
Sedang hitungan picisan terbatas hanya sedasa
Dia adalah sang Dewi yang pernah mati
Kini dia hanya muncul dibalik kerlingan dan senyuman
Itupun sebagai siasat menjerat dan kemudian hilang dibuang
Dalam baskom bocor yang sudah menjadi sepah yang sangat murah

Jakarta, 11 Juli 2001

Akhir dari Kehampaan

Aku yang berada di dua sisi kehidupan
Terletak diantara himpitan tuntutan dan kenyataan
Ingin rasanya berteriak pekak hingga serak perak
Menebus kekesalan dengan menjerit hingga zenit langit
Tapi suaraku habis dikikis lamunan tak bertuan
Lidahku terikat oleh lilitan kecemasan
Dan mulut tertutup belenggu rasa nafsu
Pikiran semakin terbang melayang menerobos alam bayang
Telinga ini sudah pekak akan jargon-jargon topeng kebohongan
Ingin rasanya kusumbat dengan pasak akhirat
Hingga yang ada hanya gaungan kebenaran dari Sang Kalam
Dan tatapan mata semakin suram menuju kehancuran
Hanya jarak sedasa yang bisa diraba....itupun masih belum nyata

Sementara itu...............
Cita tak bulat lagi seperti setetes air dikaca jendela
Idealisme tak sehitam batu pualam yang diciptakan alam
Oh.....dadaku yang semakin pengap oleh asap kepalsuan
Merasuki paru nafas keadilan yang sering disiramkan
Ingin rasanya membuang jauh duri-duri harga diri
Tapi rasanya tangan ini semakin lemah menggenggam
Ingin rasanya berlari menjauhi kehidupan teka-teki
Tapi....kembali kaki ini kaku, ragu dan rapuh untuk bergerak mengkayuh
Hanya bisa berputar dilingkaran lama dan sama
Untuk kemudian diam dan berselang kematian

Oh.....adakah kesalahan bisa digantikan
Dengan secarik kertas putih dari palung hati suci
Atau setunggkup air mata penyesalan yang mendalam
Dan segenang darah merah yang disimbahkan ke tanah
Atau harus ditukar dengan ragha dan nyawa yang tersisa
Jika itu telah kharma yang harus diderita
Kini..............aku hanya bisa menunggu waktu
Sampai sang penjembut menghampiri diriku

Jakarta 17 Juli 2001
Sebuah kata ungkapan penyesakkan
Akan keadaan yang terbeban

Selasa, 28 Juli 2009

Bapana Panjang Kumis

Nah lo nah lo
Bapana panjang kumis
Di cium kunu geulis
Balikna ka Ciamis

Nah lo nah lo
Bapana panjang kumis
Di bawa ka Ciamis
Balikna bawa linggis

Kawih tilhur biasa sok ditembangkeun lamun aya budak leutik ceurik lantaran dieleg ku babaturannana. Nu ngeleg tadi katempuhan kudu ngarepehan eta budak nu ceurik. Supaya aya tanggung jawab batur nu lainna nembangkeun kawih tiluhur nu ditujukeun kanu ngeleg tadi

Jakarta 28 Juli 2009

Senin, 27 Juli 2009

Tah Kitu Ngalieuk

Tah kitu ngalieuk
Boga duit salewe
Dibeulikeun kana comro
Balikna jeung nu gelo

Tah kitu ngalieuk
Boga duit salawe
Dibeulikeun kana tempe
Balikna jeung awewe

Kawih tiluhur biasana ditembangkeun lamun aya hiji budak ngambek diantara babaturannana. Jadi supaya ngambekna teu kakaterusan sok dioconan ku tembang ieu. Nu ngambek sok cicing jametrut. Lamun pas kitu babaturannana ngeleg jadi nu ngambek sok ngalieuk. Pas ngalieuk ditembangkeun kawih tiluhur anu eusina diobah tergantung kondisi jeung situasi pas ngawihkeun. Rata-rata eusi / syairna sok silih ledek-ledekan diantara barudak. Ngarana oge heureuy jadi pas ledek-ledekan euwueh nu ngambek deui nu aya oge pating seuseurian.

Jakarta 27 Juli 2009
Ngalamunkeun keur budak baheula
Iraha deui ngariung bari arulin

Balada Merak dan Landak (2)

Wahai sang Merak yang memikat
Jangan biarkan gemuruh darah ini jadi meluruh
Dan tulang-tulang gelora asmara menjadi rapuh tersapuh
Sedangkan olah pikiran sudah tak sejalan dengan perasaan
Bulir-bulir dikulit ari ini semakin menyempitkan aliran nadi
Terasa setiap jengkal emosi melesakan hati
Bara penyesalan menghina dikasat mata
Namun.....setampuk asa masih tergenggam oleh ragha

Wahai sang Merak yang anggun dan menggoda
Biarkan Landak ini berkaca apa adanya
Jangan kau tebar senyum di pelataran altar harapan
Sementara kau tumpahkan sinis kehinaan akan kemenangan
Dimana sang Landak menjadi pecundang dimata Raja Hutan
Setelah seluruh duri kau cabuti sebagai ganti harga diri
Menelanjangi syamsara yang selalu terjaga dan terpuja
Tak ada lagi yang tersisa .....hanya air mata

Oh Sang Pengadil hati yang selalu bersih dan kasih
Bawalah jiwa Landak terbang kejumantara raya
Menemui sang Pengapit sejati yang hakiki
Walaupun tak ada rasa rindu dan cemburu
Namun sebongkah emas ketenangan selalu dikalungkan
Membayang sebuah perjalanan kebahagian
Karena hidup bukan hanya cinta dan nilai rasa



Catatan kecil akan sebuah permainan

Jakarta, 4 July 2001

Jumat, 24 Juli 2009

Jembatan Layang Ahmad Yani

Lorong jembatan layang Ahmad Yani
Denyut rasa manusiawi mati tenggelam dimakan zaman
Gerombolan kuli jalanan berlalu lalang tanpa tujuan dan pekerjaan
Membawa pacul dan pengki yang teronggok sedari pagi
Berharap ada tuan yang memberi pekerjaan serabutan
Sekedar menyambung hidup untuk anak istri yang setia menanti
Memperbaiki nasib yang membelenggu kemiskinan turunan
Entah kapan sang harapan merubah keadaan
Sementara yang lainnya asyik tertidur mendengkur
Setelah seharian melamun tak ada pekerjaan yang dikerjakan
Yang ada hanya main gaplehan tuk usir rasa kejenuhan dan kekesalan
Mengobati rayuan kejahatan yang disodorkan para badut kantoran

Sementara itu.....anak jalanan berlari-lari mengais mimpi
Mengikuti bayangan yang tak mungkin bisa dikalahkan
Canda ceria bak pengusir rasa dahaga kasih sayang dari orang tua
Tak sadar akan hari depan yang dihadapi semakin suram
Dan kejahatan malam selalu mengintai dari belakang
Nyawa murah dan rendah hanya ditukar uang recehan bisa tergadaikan
Hari ini, besok dan yang akan datang adalah sama

Pengamen jalanan bernyanyi harapan sunyi tentang asa nol belaka
Sebagai status seniman yang ditertawakan kalangan artis kawakan
Berbekal gitar atau bahkan tepukan tangan yang berperasaan
Kadang kejahatan menggoda untuk bersama dengan mereka
Karena dermawan membiarkan mereka meradang dijalanan

Pengemis renta tengadah tangan yang lama kesemutan
Memelas rasa iba bagi mereka yang masih punya nyawa dan derma
Walau acap kali sumpah serapah terlontar dari orang yang serakah
Tak memberi nilai setali yang ada caci maki
Dianggap pemalas yang tak mau bekerja keras

Preman pengatur lalu lintas beringas meminta jatah pengaturan
Pendapatannya segembolan karena ditopang kesangaran
Hasilnya entah untuk apa dan untuk siapa
Tak Jelas siapa yang meminta dan jatah yang meminta
Atau hanya sekedar menjalankan karena terdesak akan keserakahan


Renungan perjalanan Pulang
Dari Pulomas ~ BSD
Jakarta May 11, 2006

Rabu, 22 Juli 2009

Balada Merak dan Landak (1)

Si Landak yang tersisih dari lingkaran kasih
Terbuang diantara nilai-nilai rasa sayang
Terabaikan dari cengkeraman kelembutan
Tergilas dan terhempas dari sisi kehangatan
Mencoba mengais keretakan dan kehancuran
Merepih dari kaca pecah ‘tuk meredam amarah
Satu kepincangan yang menjadi beban kala berjalan

Saat ini…..si Landak butuh nilai sebuah sentuhan
Walau sekejap hanya selembar bulu indah Merak dari sayap
Namun itu mampu membangkitkan duri dari tubuh yang rapuh
Menggelora merah darah yang talah lama terkesima
Merajut benang harapan kusut yang telah lama tersaput
Oleh gemulai dan kelincahan akan sebuah keyakinan
Yang menari dari pelupuk mata sedasa hasta

Duhai…sang pemilik sayap yang indah
Sebarkan setetes keringat wangi Merak pada Landak
Berikan permainan kesayupan hitam bola mata
Titipkan simpul senyum di lubuk terdalam
Genggamkan lentik jari yang halus terurus
Rebahkan sebuah getar perasaan pada jiwa yang terlena
Hidupkan api cemburuan yang telah mati kesuri
Agar si Landak bisa yakin akan kepikatan dibalik racun penipuan



Jakarta, 29 Juni 2001
Sebuah catatan kecil dari perjalanan
Anak Desa dalam mengarungi bhuwana
Diambang Samudara Asa

Eundeuk-Eundeukan

Eundeuk-eundeukan lagoni
Meunang peucang sahiji
Leupas deui ku Nini
Beunang deui ku Aki

Tembang diluhur biasana dikawihkeun lamun keur ulinan khususnya keur naek tatangkalan. Baheula diunggal hareupeun imah pasti saeutik eutikna aya dua tangkal bubuahan, boh jambu atawa rambutan atawa buah. Tangkal buah biasana loba dahanna jeung gararede kulantaran melakna tina siki. Barudak sok silih ngendagkeun dahanna bari ngawih eta tembang tiluhur. Atawa lamun ulin keur ngasruk terus mangihan aya tangkal anu rugrug terus barudak sok silih ngendagkeun eta tangkal teh supaya bisa ayun-ayunan bari nembangkeun kawih eundeuk-eundeukan

Jakarta 21 Juli 2009Seseorang yang rindu akan mainan tradisional

Selasa, 21 Juli 2009

Cacaburange

Cacaburange burange tali gobang
Gobang pancarame pancarame
Anak gajah dipayungan
Jing gojing lewe lewe
Jing gojing lewe lewe

Kawih tiluhur biasana ditembangkeun babarengan jeung hiji kaulinan nyaeta nebak hiji barang (biasana batu leutik) aya dinu saha. Di ulinkeun paling sauetik ku tilu budak (leuwih loba leuwih rame). Carana salah sahiji budak jadi “ucing” atawa obyek nu kudu nebak, jeung nu lianna dipilih salah sahiji jadi pamimpin pikeun nembangkeun kawih tiluhur. Si “ucing” diuk nonggongan, terus nu lianna diuk ngurilingan si “ucing” bari nembrakeun leungeun diluhur tonggong si “ucing”. Si pamimpin tadi nembangkeun kawih tiluhur bari nyeukeul batu leutik terus eta batu teh diteken tekenkeun kana leungen nu namprak tadi bari muter ka masing masing barudak, supaya si ‘ucing” ngarasakeun yen batu teh dipindah pindahkeun di hiji budak ka budak nu lainna. Lamun geus arek rengse nembang, kabeh budak ngeupeulkeun leungeun bari ngiluan nembang tungtung kawih nayeta jing gojing lewe lewe. Si “ucing” hudang bari lulungu kulantara sinah peureum saacanna. Manehna kudu nebak dimana batu leutik tadi dicekel. Lamun salah manehna jadi “ucing deui, tapi lamun tebakanna bener, budak anu nyeukel batu tadi gentian jadi “ucing”. Supaya rame biasana barudak ngalelewe nu jadi “ucing” supaya si ucing bingung dimana batu tadi ditempatkeun ka salah sahiji budak.

Jakarta 21 Juli 2009
Sok inget zaman bahuela keur leutik pinuh kaulinan

Jakarta Menangis Lagi

Belum hilang dalam ingatan bayang
Belum pulih perih dihati terobati
Belum sempurna luka menganga dikepala
Belum ada waktu sewindu berlalu
Kini…..
Bom di hotel JW Marriot terdengar lagi
Ketika sang mentari baru menyapa dipagi hari
Sinarnya kuning kemilau memberi arti harmoni
Dan embun pagi masih setia menemani
Orang akan membuka lembaran kerja dalam berkarya
Tapi tiba-tiba .......
JW Marriot membara amarah dan memerah
Kemegahannya seketika bergeletar
Keangkuhannya lumpuh diam terkapar
Keindahannya limbung terkepung asap mengepul
Seketika………
Orang berlari mencari perlindungan yang hakiki
Menjerit menahan rasa sakit yang melangit
Darah merah tersimbah dimana mana menyentuh tanah
Agar selamat dari ancaman malaikat penjemput maut
Serpihan daging tercecer berkeping-keping
Bunyi sirine ambulan tak henti bersahut-sahutan
Mengantar asa nyawa yang sudah pasrah berserah
Oh Jakartaku
Setelah reda dalam beberapa waktu berlalu
Kini Jakarta didera lagi prahara dan bencana
Harga nyawa manusia sangat rendah dan murah
Terbeli dengan harga dhuniawi yang merasuki insani
Nilai rasa dan norma hanya tersaji di ilusi prasasti
Karena sang penghuni tak lagi mengerti dan memahami
Aku sedih dan lirih merintih
Wahai sahabatku
Semoga kejadian ini berhenti dan tak terulang lagi
Jangan pernah ada lagi dendam yang terus membayang
Jangan pernah saling menyalahkan karena keadaan
Mari bersatu dalam dalam kebhinekaan dan rasa cinta
Agar Indonesia Raya Berjaya

Jakarta 17 Juli 2009
Terhenyak mendengar bom meladak lagi di hotel JW MarriotSetelah tahun 2003 terjadi ledakan di tempat yang sama

Kamis, 16 Juli 2009

Cingciripit

Cing ciripit
Tulang bajing kacapit
Kacapit ku bulu pare
Bulu pare memencosna

Kawih / tembang tilihur biasana diulinkeun lamun rek ngundi salah sahiji diantara barudak jadi “ucing” (sebutan jang budak anu jadi obyek kaulinan). Carana nyaeta dipilih salah sahiji budak jadi pamimpin pikeun mimpin nembangkeun kawih tadi. Si Pamimpin namprakeun leungeunna terus barudak lianna masing-masing nempelkeun tulunjuk kana talapak leungeun pamimpin tadi. Bari ngawihkeun tembang tilihur kabeh barudak kudu waspada kulantaran si pamimpin bisa ngatur eta kawih teh cepet atawa lamabat. Pas tungtung tembang tadi kabeh barudak kudu cepet-cepet narik tulujuk supaya teu kacapit kuleungeun pamimpin. Budak anu lambat narik tulunjukna terus kacapit ku paminpin, budak eta jadi “ucing”.

Jakarta 16 Juli 2009Inget kaulinan keur budak baheula dilembur.

Perepet Jengkol

Perepet jengkol jajahean
Kadempet kohkol jejeretean
Perepet jengkol jajahean
Kadempet kohkol jejeretean

Lagu kaulinan barudak eta di tembangkeun bari ngalakonan hiji kaulinan. Saeutikna kudu dilakukeun ku tilu barudak. Carana silih patongong-tonggong, hiji suku diangkat jadi engkle terus suku nu diangkat tadi dikaitkeun kana suku budak nu lain nu sarua diangkat. Kabehanana silih ngait antara hiji suku jeung suku nulainna. Lamun geus panceg pakait suku, kabehannana nembangkeun lagu parepet bari muter jeung luluncatan. Terus dikeprokan kuleungeun sangkan leuwih sumenget nembangna. Beuki lila muterna beuki cepet. Saha nu cape jeung teu saimbang awakna biasana sok labuh jeung ngaleupaskeun suku nu pakait. Biasana sok disorakan jeung diseungseurikeun lamun eleh labuh. Kabehananana tungtungna seuseurian pinuh ku kabungah. Lamun dilakukeun leuwih ti tilu budak kaulinan ieu leuwih rame. Nu eleh tadi kaluar teu meunang ngiluan deui kaulinan. Terus nepi ka ngan ukur duaan. Nu meunang ditangtukeun ku saha anu kuat engkle bari muter.

Jakarta 26 Juli 2009Sok inget baheula keur leutik pinuh ku kaulinan

Rabu, 15 Juli 2009

Puisi Berbalas Santun

Ada gobang ada si Pitung
Sekali tebas elo mati
Hai Bang kalau lagi bingung
Nggak usah malas enakan kerja lagi

Gobang si Pitung tajam banget
Sering diasahnye pake batu kali
Hai Bang kalau lagi pikiran mumet
Segera buke itu Alqur’an terus ngaji

Si Pitung kebal kagak mempan ditembak
Kumpani keder bawa centeng banyak
Jangan sembarang Bung asal nyablak
Sholat ame ngaji ane kagak pernah telat

Si pitung make jurus satu jurus dua
Jurus Naganye hingge jurus ular cobra
Gue ini hafal semua doa
Lu pade silahkan ngetes gua

Golok si Pitung rebutan para jawara
Dari Si Mate Satu hingga Si Japri
Hai Bang ane ini hanya bertanya
Kagak ade niatan nyakitin ati

Si Pitung muridnya Haji Somad
Anak perawannye cantik banget
Hai Bung ane terima elu punye itikad
Bikin hidup gue lebih semanget

Selain gobang, si Pitung punye peci item
Ame sarung serasi banget kelihatannye
Hai Bang ane semua pade sungkem
Emang abang pemude tiada duanye

Jakarta 29 Juni 2009
Puisi ini dibuat dalam rangka mengingat HUT Jayakarta

Tat Tit Tut

Tat tit tut daun sampeu
Saha nu hitut eta nu ngambeu
Dibawa ka saung butut
Ari balik pak burusut

Kawih tat tit tut sok diulinkeun kubarudak lamun aya hiji perkara anu geus kajadian tapi teu aya anu ngaku saha nu ngalakonanana. Barudak ngariung terus salah sahiji jadi pamimpin. Eta pamimpin ngitung tiap barudak dimimitean ti manehna bari ngawihkeun tembang ti luhur. Hiji suku kata tina kawih di itung hiji itungan. Misalna tat = hitungan kahiji, tut = hitungan kadua jeung saterusna muter ka kabeh barudak nepi ka rengse eta kawih teh. Budak panderuri nu katunjuk ku itungan kawih eta sok dianggap jalma anu tanggung jawab kana kajadian / perkara tadi. Biasana budak nu ka tunjuk protes lantaran teu rumasa ngalakonan, terus babaturannana ngaheurueyan yen manehna anu ngalokonannana. Di dieu aya gogonjakan / pating heuheureuyan saling nuduh tapi bari heurey. Kaulinan eta jadi ngawangun kaakraban kulantaran kabeh barudak bisa jadi katempuhan jadi nu ngalokonanana.

Jakarta, 15 Juli
Nostalgia waktu kecil didesa

Selasa, 14 Juli 2009

Perempuan Terbuang

Berdiri menanti berjam-jam bahkan mungkin seharian
Bertahan hidup antara dosa dan mimpi yang terus membayang
Antara pengakhiran dan perjuangan menafkahi keturunan
Aku tak tahu apakah mereka untuk menyambung hidup ?
Ataukah berpesta foya untuk menyumbang hidup yang sementara
Garis merah yang semakin kabur sebagai penghibur

Perempuan bergincu yang telah terbuang rasa malu
Kegetiran diantara manis senyuman diciptakan
Kegenitan diatara himpitan hidup dan ratapan duka nestapa
Kerlingan mata diantara kubangan air mata

Setiap mata menatap dan mereka menunggu penuh harap
Ini adalah mangsa yang harus dimanfaatkan
Ataukah hanya mainan sebentar untuk kemudian dilupakan
Tak peduli harga diri yang sudah lama mati
Yang penting tuan sayang memberi uang untuk kepuasan

Setiap dengus napas pelanggan berarti nasi sehari untuk anak mereka
Setiap erangan kenikmatan pelanggan adalah air sepanci untuk keluarga mereka
Setiap cucuran keringat pelanggan adalah kebutuhan pendidikan kemudian
Setiap kelelahan pelanggan adalah kesehatan jangka panjang
Setiap akhir pertunjukan adalah tabungan hari tua

Lorong hitam dosa terus mengumandang ditelinga mereka
Cacian dan makian dari sesama adalah sarapan yang menjadi kebiasaan
Dan kejaran siksa akhirat selalu melekat erat didalam benak
Mereka pasrah semoga mati dalam khusnul khotimah

Hatiku menjerit...kapankah penderitaan mereka berakhir
Tak seperti perempuan panggilan yang mengubar nafsu setan
Harta didapatkan dengan sedikit gesekan dari lelaki bajingan
Mereka tak kekurangan ...yang ada adalah kerakusan
Melahap semua pesta dunia yang mereka impikan

Sekali jalan .... perjalanan hidup sebulan bisa bertahan
Namun mereka masih terus “bekerja” menambah harta
Sesungguhnya harta mereka adalah semu belaka
Karena jiwa dan hati tak bisa dipungkiri dan dikhianati.

Jakarta 29 Mei 2006
Kesedihan akan Perjuangan Hidup Perempuan

Pemilihan Presiden 2009

Hari ini pemilu presiden dimulai lagi
Ajang pesta rakyat jelata yang konon terbilang langka
Sekali lima tahun mereka dimanja dengan janji belaka
Dibuai dengan semangat semu yang diserukan namun disarukan
Walau tahu namun rahasia umum tetaplah tabu

Dan hasilnya amatlah mencengangkan semua golongan
Dari pemuda pengangguran sampai pegawai kantoran
Dari petani miskin sampai pengusaha kaya raya
Dari nelayan melarat hingga konglomerat yang minggat
Dari pemulung hingga politikus ulung
Namun itulah kenyataan
Antara keyakinan dan kemungkinan yang tak terbayang
Kemenangan yang memang diprediksi dan diteliti
Jumawa akan kesohoran dan kegantengan yang dicitrakan
Tapi apakah bermanfaat bagi rakyat ?

Tapi hasil tetaplah hasil yang muskil dicungkil
Walau seruan dan kecaman dari lawan yang diplesetkan eh dispelekan
Maju terus dengan gagah pongah dan latah
Teruskan walau tanpa hasil kemajuan yang membanggakan
Yang penting menang walau dengan segala cara dan tipu daya
Entah berlaku norma dan budaya ataupun agama

Kini……
Rakyat harus siap lagi dengan segala kesusahan dan kegalauan
Ilusi yang diciptakan kabur dalam bayangan
Setelah pesta demokrasi berakhir sudah
Hanya sampah yang tinggal untuk dibersihkan
Dan getah yang dihasilkan dari dana yang digelontorkan

Aku sendiri golput
Gamang diantara pilihan yang disediakan
Apakah ini mewakili golongan atau segelintir orang
Apakah ini mewakili kawan ataukah murni inisiatif pribadi
Dalam hati hanya bisa berdoa
Semoga Tuhan yang Maha Esa dan Maha Kuasa
Membuka hati dan rasa dan para pemimpin kita

Jakarta 13 Juli 2009
Mengenang Pilpres yang diselenggarakan 8 Juli 2009Baru bisa dibuat karena pasca pilpres badan tak sehat

Senin, 13 Juli 2009

Pemilu Legislatif 2009

Orang – orang tiba-tiba berrubah ulah menjadi tokoh olah
Pejabat bejat sementara saja menyerupai diri pahlawan penegak rakyat
Pengusaha kaya membohongi lagi rakyat jelata dengan dana belaka
Politik uang menjadi hal gampang dan serampang
Artis menari dan bernyanyi diatas rakyat yang melarat dan sekarat
Topeng-topeng politik beterbangan mengais suara apatis
Sisanya adalah oportunis yang bermimpi di alam fatamorgana

Aku sedih dan perih melihat fenomena keadaan bangsa
Ngeri melihat negeri ini yang carut marut tanpa raut yang patut
Dihujat, dicaci karena dikelola oleh orang yang salah dan serakah
Korupsi, manipulasi menjadi makanan sehari-hari yang basi
Kemanakah arah negeri ini akan dijelajah

Aku punya pendirian dan pandangan
Lalu dimanakah sang pahlawanku
Menunggu hampir lima tahun pasca pemilu yang berlalu
Tapi perubahan yang diharapkan jauh dari kenyataan
Korupsi makin menjadi-jadi dan menjadi dagelan publik opini
Kekerasan dan pemaksaan masih saja dijalankan
Sementara kebenaran masih dibungkam dan dibelit oleh kepentingan elit

Kini asa kembali ada walau masih dalam tabir mimpi
Akankah topeng-topeng lama masih ada dan terus berjaya
Ataukah tunas suci akan tumbuh mengganti yang mati hati
Dua sisi yang selalu berseberangan bak syurga dan neraka

Aku kepalkan lengan menunjuk angkasa raya
Keadilan Tuhan pasti datang dan tak bisa dihadang
Walau pengadilan thogut dunia begitu penuh rekayasa dan pura-pura
Mereka merasa lolos tapi tidak bisa lulus dengan mulus
Karma akan seimbang dengan perbuatan

Jakarta, 8 April 2009
Sehari sebelum Pemilu Legislatif 9 April ‘09Renungan akan nasib rakyat yang terus terjerat

Kamis, 25 Juni 2009

Dukun Kahot Mahiwal

Weleh…. Weleh…. Weleh
Ku nanahaonan silaing kabeh
Make ngaganggu aing nu keur kerek sare
Euwueh deui gawe salian ti rame
Make mere kembang jeung kemenyan
Hayang ku aing silaing ditalipang

Mbah …mbah...mbah
Kawula seba kapisinuhun karuhun
Sembah kapiagung kapisuhun diembun-embun
Munjuk kapihayang mojang priangan
Kabentar asmara kajamparing pinasih
Wengi ka impi siang ngalangkang

Weleh weleh weleh
Silaing ngarasa geus eleh
Serah bongkokan teu boga lelendeh
Ku awewe nu teu weleh
Weleh weleh weleh

Mbah….mbah….mbah
Kawula ngalokoni ing mangpirang rupa
Mimiten tatakrama tur niti tutur basa
Cara ning pakayaan parat ning maparin kasaban
Tapi kapihasil bawaanna nihil

Weleh weleh weleh
Ha haa haaa haaaaaa
Beak dengkak duit beak
Harapan apes harta ambles
Silaing hayang awewena miang
Geus ayeuna mah silaing balik nyingkah siah
Ulah kalah ngajedog kawas entog arek ngendog
Tihareupeun beunget aing nu geus pusing
Matak nepi kieu oge aing tibaheula teu boga wanoja
Teu payu, euweuh hiji – hiji acan awewe nu daek ka dewek
Matakna aing begang tinggal daging eujeung tulang
Haaaa haaaaaa haaaaa

Jakarta 25 Juni ‘09
Puisi lucu dukun kahot yang tak laku-laku

Rabu, 24 Juni 2009

Tsunami Pangandaran

Belum sembuh sejuta luka yang masih menganga
Belum kering merah darah tumpah membasuhi tanah
Belum hilang kesedihan dan kepedihan dalam bayang
Belum tuntas penyelesaian duka gempa kota Yogya

Kini…..
Gulungan ombak besar menghampiri nelayan Pangandaran
Sapaan yang berbeda dari hari-hari seperti biasa
Tak ada kuasa yang dapat menunda dari sesaat bencana tiba
Tak ada ruang tuk sembunyikan jiwa dalam raga
Hanya kaki berlari menjauh dari malaikat maut yang siap menjemput

Pagi hari….aku masih mendengar kicau burung camar diatas deru lautan
Bocah – bocah telanjang dada berlari lincah diatas hamparan putih pasir
Sinar perak kilau memancar dari ombak yang merapat
Angin sepoi membawa mimpi syurga dalam kesejukan pikiran
Tak ada tanda-tanda bahaya mengintai dari kejauhan

Waktu terus bergulir dan bergulir
Saat yang ditentukan Sang Alam menunjukkan keperkasaan
Harta…kedudukan …pangkat dan jabatan yang selalu diagungkan
Tak berarti apa-apa dengan buih letupan dari lautan.
Rumah....hotel...penginapan....wisma......dan perkantoran
Menyerah disapu badai tsunami yang menerjang
Perahu-perahu nelayan pecah menjadi beberapa bagian terbelah

Seketika ...jerit ketakutan mengumandang ke angkasa
Raungan kesakitan menggema di jumantara

Aku hanya terdiam …terpaku dan membisu
Tak bisa berbuat banyak untuk membantu wahai sahabat
Aku disini menatap deritamu dari layar TV
Menghitung kantong mayat yang makin bertambah dalam jumlah
Dan menyelami perasaan duka dan luka yang ada




Jakarta 18 July 2006
Mengenang Tragedi Tsunami Pangandaran
Tanggal 17 July 2006

Selasa, 16 Juni 2009

2002 2002

Hari ini ….. sekelumit cerita hidup akan terbentuk
Lembaran kisah tentang pengembaraan kasih tercatat sudah
Sedangkan titian akan perjalanan kedepan telah tersusun beriringan
Dan kembali sejarah insan di bhuwana akan berlanjut dan berulang

2002-2002 adalah sebuah bukti kesetiaan janji yang sudah terpatri
Mengeras....mendalam .....mengkristal dipalung sanubari terdalam
Membahana......menggema....menggelatar di setiap denyut jantung perasaan
Mendesir....membisik......mengalun merdu bersama aliran lembut darah gita asmara

2002-2002 suatu ungkapan yang telah lama dirajut dan disulam
Terekat dalam benang-benang emas rasa cinta dan kasih sayang
Terukir dalam corak lurik saling pengertian dua insan yang selalu kasmaran
Terpadu indah akan warna kesetiaan yang senantiasa dijaga sepanjang masa

Hari ini 2002-2002 dua insan tengah bertatapan
Mengusung sebuah surat sakti dan dihadiri para petuah sejarah
Untuk disimpan..... dirawat dan digenggam erat sampai akhir hayat
Tak boleh lekang....hilang..........lenyap dimakan zaman

............................
.......................................................................
................................................................................................
....................................................


Catatan kecil menjelang tanggal pernikahan
...............Namun............tulisan ini tak dapat dilanjutkan karena ada halangan
Sang Bapa Pulang ke Rahmatullah sehingga tanggal pernikahan diundurkan

Jakarta,...........deraian air mata
Sehari sebelum mendapat khabar tentang berita duka
Jakarta 6 September 2001

Jumat, 12 Juni 2009

Ramadhan 2006

Bulan yang selalu kurindu sepanjang waktu
Bulan yang kudambakan sepanjang zaman
Kedatangannya di nantikan dan diharapkan
Kepergiannya ditangisi dan disesali
Bulan kemenangan atas semua kegelapan
Bulan kejayaan atas kebanaran yang pasti abadi
Dan ke Agungan atas segala kekuasaan

Didalamnya ada malam yang lebih baik dari seribu bulan
Malamnya adalah sawah ladang ibadah
Paginya adalah waktu turunnya berkah
Siangnya adalah sungai pembersih salah
Sorenya adalah kebahagiaan penuh sudah
Segala aktivitas dinilai ibadah
Tiada yang sia-sia apalagi tidak berguna

Aku bersimpuh
Menguras semua dosa yang 11 bulan lewat sudah
Bersimbah bersama kucuran airmata yang tertumpah
Berserah dengan suara lemah diatas sejadah

Alunan ayat - Mu bergema dimana-mana
Fakir miskin menerima derma dari sesama
Yatim piatu kini memiliki ibu suri kembali
Walau hanya diterima secara raghawi dhuniawi

Jakarta 5 Oktober 2006 (1427H)

Selasa, 09 Juni 2009

Beban Hirup

Beaya kasehatan mahal teu kahontal ku akal
SPP sakola teu murah jeung teu lumrah
Ongkos kandaraan teu ka berik ku jalma leutik
Gaji ngan ukur cukup meuli teri jeung tarasi
Beban hirup geus teu sanggup
Papada jalma teu aya rasa kulawarga atawa baraya
Uang aing nu penting mah uwing manjing
Bodo batur pahibut kokoro mulud
Kaluhur ngajilat pikeun bisa naek pangkat
Kasahandapeun nincak najan pating koceak
Parawan geus teu boga kaera ngajual raga
Barudak geus teu aya boga tatakrama
Indung Bapa tara ngajarkeun tatali gama
Naha saha anu salah
Cenah nagara iue teh gemah ripah
Subur makmur tentrem ayem
Taneuhna berkah pikeun nyawah
Laukna gampang teu hariwang
Buahna tinggal ngala teu kudu menta
Tapi prakna......
Sapoe bisa dahar oge geus hade
Ulah aya kahayang nu nyaliwang
Komo boga banda sagala aya
Hirup balangsak jeung sangsara kabina-bina
Hibospaho
Hi-rup bo-sen pa-eh ho-ream

Jakarta 9 Juni 2009
Memahami beban hidup yang makin sulit akibat krisis global

Hibospaho

Tahukah Anda bahwa kata “Hibospaho” yang merujuk pada salah satu nama genk terkenal di kota Banjar di era tahun 80-an sebenarnya adalah suatu singkatan. Hibospaho yang singkatannya berarti Hi = Hirup ; Bo = Bosen ; Pa = Paeh ; Ho = Hoream, yang dalam Bahasa Indonesia berarti Hidup Segan Mati Tak Mau. Kata Hibospaho sangat popular saat itu. Siapapun yang mendengarnya pasti merinding. Genk Anak muda didaerah Kauman yang sangat disegani dan ditakuti. Saat itu kalangan anak muda sangat memahami kondisi perekonomian yang sedang sulit yaitu resesi dunia sehingga muncul ide untuk menggambarkan keadaan sulit tersebut. Tak dinyana kata Hibospaho begitu berkibar baik merujuk pada singkatan maupun sebuah genk anak muda.

Sabtu, 06 Juni 2009

Banjar Kota Idaman

Mari bersama-sama lestarikan lingkungan
Searah dengan derap pembangunan
Kita wujudkan Banjar kota Idaman
Kota Indah Damai dan Mandiri

Tanami halaman kita bunga pepohonan
Jaga polusi dengan penghijauan
Lingkungan bersih menambah kesegaran
Penuh gairah menyongsong masa depan

Ciptakanlah Banjar jadi kota Idaman
Kota Indah Damai dan Mandiri
Tanamkanlah rasa terus persatuan
Agar hidup kita tentram dan damai

Janganlah kita sembarang membuang sampah
Agar ciptakan lingkungan yang indah
Hargailah pesapon yang tak kenal lelah
Kerja keras tak sesuai dengan upah
Banjar Idaman

Ieu lagu diciptakeun ku Asep Kae waktos Banjar robah status kirang langkung taun 85-an awalna Kota Kecamatan janten Kota Administratif. Mugiya Pak Walikota nu ayeuna masih ngajadikeun ieu lagu maskot Banjar Kota Idaman. Alhamdulilllah nu sok nyanyikeun ieu lagu kapungkur teh nyaeta pun adi. Boloh bilih para sadulur ti lembur hoyong terang partitur laguna sumanggawa wae kontak ka sim kuring

Jumat, 05 Juni 2009

Kurupuk

Kurupuk baruleud
Dijieunna tina aci sampeu
Awewe sok baeud
Jauh jodo gawe oge kumpeu

Kurupuk pasagi
Mani nyari, rada asin gurih
Awewe hade budi
Dipiharep ku kabeh lalaki

Sok atuh Awewe
Ulah eleh nyiar ti pangarti
Kucontoh Kartini
Minunjul ku emansipasi

Jakarta, 5 Juni 2009
Lagu ini tercipta ketika merenungkan arti wanita
Yang harus punya budi pekerti

Boh bilih kum para sedulur sedoyo kangersakeun partitur lagune. Sumangga derekaken kontak kulo ning iki blogg. Matur nuhun. Sim kuring ngantos bewara saking para sedulur sedoyo. Kangge ngamumule basa sunda.

Tuhan

Tuhan......
Kenapa Kau timpakan rasa penyesalan yang penuh
Andaikan dunia luluh tentu aku tiada melepuh
Tuhan......
Kenapa Kau tumpahkan rasa kesalahan yang membatu
Andaikan dunia berseteru tentu aku tidak luka membiru
Tuhan......
Kenapa Kau tuangkan rasa penyiksaan yang berat
Andaikan dunia kiamat tentu aku tidak sekarat
Tuhan......
Kenapa Kau jatuhkan rasa kehinaan yang mengekang
Andaikan dunia tenang tentu akau tidak berteriak kencang
Tuhan......
Kenapa Kau kucurkan rasa lemah yang merekah
Andaikan dunia ramah tentu aku tidak pasrah
Tuhan......
Kenapa Kau turunkan rasa putus asa yang menganga
Andaikan dunia bertapa tentu aku bisa bersabda
Tuhan......
Kenapa Kau wariskan rasa kekalahan yang menggagas
Andaikan dunia waras tentu aku tidak tergilas
Tuhan......
Kenapa Kau berikan rasa penderitaan yang mendalam
Andaikan dunia diam tentu aku tidak tenggelam
Tuhan......
Kenapa Kau titipkan rasa sakit yang melangit
Andaikan dunia berisik tentu aku akan bangkit
Tuhan......
Kenapa Kau tiupkan rasa kekesalan yang penuh
Andaikan dunia runtuh tentu aku tidak bertaruh

Jakarta, 7 September 2001
Sebuah penyesalan akan keadaan

Mang Kokon

Mang Kokon tolong dong
Pengen beli topi euy memexico-an
Peperiheun ceu tati
Bersuami kan jutawan
Pengen beli momok bilan
Meserna di pepengkolan
Meserna di pepengkolan
Hargana i tilu ringgit

Lagu tihur tahun 80-an populer, namung hanjakal syairna jorok. Upami teu lepat penciptana teh Asep Kae, tapi duka ari nu leresna mah kumargi sim kuring waktu harita masih umuran 6 tahunan. Ieu mah sekedar flashback ngemut nu zaman kapungkur masih alit. Ulah aya pikiran ngeres atanapi hoyong somasi ieu mah estu murni seni. Bilih aya nu teu kirang mernah dina manah neda dihapunten wae.

Kamis, 04 Juni 2009

Ayang Ayang Gung

Ayang-ayang gung
Gung goongna rame
Menak Ki Mas Tanu
Nu jadi wadana
Naha maneh kitu
Tukang olo-olo
Loba anu giruk
Ruket jeung Kumpeni
Niat jadi pangkat
Katon kagorengan
Ngantos Kangjeng Dalem
Lempa lempi lempong
Ngadu pipi jeung nu ompong
Jalan ka Batawi ngemplong.

Hapunten lur sim kuring salaku pangajen budaya sunda teu patos paos perkawis lagu tiluhur. Nguping oge dina kaset tahun 80-an dikawihkeun ku (upami teu lepat) Lilis Suryani. Leupas tina sajarah, asal usul, aya hiji anu menarik nyaeta lirik laguna. Dizaman kiwari eta lirik masih cocok kumargi seueur pejabat anu masih ngajilat kaluhur nincak kasahandapeun. Make sagala cara pikeun ngahontal cita-citana. Rahayat dijadikeun “tumbal”. Kikituna mugiya eta lagu jadi pameunteu urang sadaya dina raraga hurip ngaheuyeuk dayeuh bhakti ka nagara.


Ngutip dina salah sahiji blog, sajarah lagu tiluhur
Tanuwijaya peletak dasar Negeri Bogor

Riesz. dalam "De Geschiedenis van Buitenzorg" (1887) menjelaskan bahwa TANUWIJAYA adalah orang Sunda dari Sumedang yang berhasil membentuk "pasukan pekerja" dan mendapat perintah dari Camphuijs untuk membuka Hutan Pajajaran sampai akhirnya ia mendirikan Kampung Baru yang menjadi tempat "kelahiran" (de bakermat) Kabupaten Bogor yang didirikan kemudian. [Tanuwijaya dalam catatan VOC disebut "Luitenant der Javanen" (Letnan orang-orang Jawa dan merupakan Letnan Senior diantara teman-temannya. Kampung Baru yang didirikannya ada di Cipinang (Jatinegara) dan di Bogor. Yang di Bogor mula-mula bernama Parung Angsana. Tetapi ketika Tanuwijaya pindah dari Kampung Baru Cipinang ke sana, ia kemudian memberi nama Kampung Baru. Sekarang bernama TANAH BARU]
Terpengaruh oleh kunjungannya ke bekas Ibukota Pakuan bersama Scipio, ia kemudian ingin mendekatkan diri dengan peninggalan Siliwangi. Kampung-kampung seperti Parakan Panjang, Parung Kujang, Panaragan, Bantar Jati, Sempur, Baranangsiang, Parung Banteng dan Cimahpar adalah kampung-kampung yang didirikan oleh Tanuwijawa bersama pasukannya. Kampung Baru (Parung Angsana) saat itu sudah menjadi semacam "pusat pemerintahan" bagi kampung-kampung yang didirikan secara terpencar oleh anak buahnya. Tanuwijaya pula yang mengambil inisiatif membuat garis batas antara daerah pemukiman orang-orang Banten dengan orang-orang Kumpeni ketika rakyat Pangeran Purbaya mulai membangun pemukiman pada daerah aliran Cikeas. [Sementara itu daerah aliran Ciliwung antara Kedung Badak sampai Muara Beres telah ditempati orang-orang MATARAM yang tidak mau kembali ke daerah asalnya setelah tercapainya persetujuan antara Mataram dan VOC tahun 1677. Sebagian dari mereka adalah pelarian pasukan BAHUREKSO, sebagian lagi kelompok resmi yang dikirimkan oleh SUNAN AMANGKURAT I tahun 1661 ke Muara Beres bekas basis pasukan Rakit Mataram ketika mengepung Benteng Batavia].
Rasa hormat Tanuwijaya terhadap bekas Ibukota Pakuan demikian besar sampai gerakan okupasinya dihentikkan pada sisi utara Ciliwung. Ia tidak berani melintasinya. Juga kepada rekan-rekannya yang berniat melintasi sungai tersebut dianjurkan agar melakukannya jauh di sebelah hulu (Ciawi dan Cisarua).
[Almarhum M.A. Salmun pernah menulis dalam Majalah Intisari (salah satu nomor tahun pertama), bahwa MENAK KI MAS TANU dalam lirik lagu AYANG-AYANG GUNG itu dimaksudkan Tanuwijaya ini. Entahlah, akan tetapi hampir tiap baris lirik lagu itu dapat diterapkan kepada keadaan Tanuwijaya dalam riwayat hidupnya. Ia memang anak emas Kumpeni dan dibenci oleh rekan-rekannya. Ia ditunjuk oleh Camphuijs menggantikan Letnan Pangirang (orang Bali) untuk membuka daerah selatan.
Rupa-rupanya kedekatan batin Tanuwijaya dengan Pajajaran telah melonggarkan ketaatannya terhadap Kumpeni. Ia tentu merasakan kepahitan bahwa sebagai seorang letnan tetap harus tunduk kepada seorang sersan seperti Scipio yang kulit putih, padahal ia sendiri menjadi atasan sersan pribumi. Akhirnya "anak emas" Kumpeni ini menjadi sekutu dan pelindung Haji Perwatasari yang bangkit mengangkat senjata terhadap perluasan daerah kekuasaan VOC. Mereka kalah dan Tanuwijaya dibuang ke Tanjung Harapan di Afrika.
Orang dulu menyindir Tanuwijaya dengan "lempa lempi lempong, ngadu pipi jeung nu ompong" (ia mengejar harapan kosong dan bermesraan dengan orang tidak bergigi) Yang dimaksudkan dengan "orang tidak bergigi" di sini adalah Perwatasari yang kalah dalam perjuangan.
Dalam masa penjajahan Belanda, penyusun Babad Bogor (1925), tidak
berani mencantumkan nama Tanuwijaya sebagai "bupati pertama". Dalam daftar silsilah biasanya selalu dicantumkan MENTENGKARA atau MERTAKARA kepala Kampung Baru yang ketiga (1706 - 1718). Ia adalah putera Tanuwijaya (menurut De Haan). Sebaliknya para penulis Belanda, lebih leluasa menyebutkan Tanuwijaya sebagai Bupati Kampung Baru pertama dan peletak dasar Kabupaten Bogor.
Pengalaman Tanuwijaya dengan Kumpeni adalah mirip dengan pengalaman
UNTUNG SURAPATI. Akan tetapi, jika benar lirik "Ayang-ayang Gung" diciptakan untuk menyindir Tanuwijaya, maka kita patut merenungkannya kembali].
Tahun 1745, 9 distrik, yaitu Cisarua, Pondok Gede, Ciawi, Ciomas, Cijeruk, Sindangbarang, Balubur, Darmaga dan Kampung Baru digabungkan menjadi satu "pemerintahan" di bawah kepala Kampung Baru dan diberi gelar DEMANG. Gabungan 9 distrik inilah yang dahulu disebut "Regentschap Kampung baru" atau "Regentschap Buitenzorg". Atas dasar itulah kedua sungai (Cisadane dan Ciliwung) dalam lambang Kabupaten Bogor masing-masing digambarkan dengan 9 baris gelombang. Ada benarnya apa yang dikemukakan Riesz, bahwa Kampung Baru (Tanah Baru) adalah "de bakermat" (tempat kelahiran) Kabupaten Bogor.

Rabu, 03 Juni 2009

Bang bang Kalima lima Gobang

Bangbang kalimalima gobang bang
Bangkong ditengah sawah wah
Wahai tukang bajigur gur
Guru sakola desa sa
Saban poe diajar jar
Jarum paranti ngaput put
Putri nu gareulis lis
Lisung kadua halu lu
Luhur kapal udara ra
Ragrag di Jakarta ta
Tahun lima hiji ji
Haji rek ka mekah kah
Kahar tujuh rebu bu
Buah meunang ngala la
Lauk meunang nyobek bek
Beker meunang muter ter
Terus ka citapen pen
Penna gagang kalem lem
Lempa lempi lempong
Ngadu pipi jeung nu ompong

Kata "Birin"

Sering kita mendengar kata “birin” untuk menggambarkan prilaku atau sifat seseorang yang tidak dermawan alias pedit, pelit, kikir, koret, bakhil, buntut kasiran, alias cap jahe . Misalkan ada seseorang berkata : “Dasar birin kamu, diminta sedikt saja tidak mau memberi.” Namun tahukah bahwa kata “birin” sebenarnya adalah nama dari seseorang yang kaya raya namun memiliki sifat tidak dermawan. Orang itu sangat terkenal didaerah Banjar Ciamis karena memiliki harta kekayaan cukup berlimpah. Puluhan rumah dan tanahnya tersebar untuk dibisniskan sebagai rumah kontrakan. Nama lengkapnya orang tersebut adalah Sobirin tapi lebih terkanal dengan nama Birin.

Senin, 01 Juni 2009

Yogyakarta Menangis

Belum hilang dalam bayang dan ingatan
Jerit tangis, air mata darah tumpah dinegeri serambi mekah
Gelombang air laut mengamuk, menerjang setiap yang menghadang
Tak terhitung lagi jumlah korban berjatuhan bak anai berserakan

Kini … disisi lain negeriku yang tercinta
Yogya menangis diguncang prahara gempa
Ketika pagi buta mata masih dihiasi mimpi malam yang indah
Bencana datang tiba-tiba tanpa ada aba-aba

Bumi bergocang, pohon tumbang, rumah runtuh rata dengan tanah
Sedetik kemudian ribuan mayat bergelimpangan
Disudut jalan, dipelataran, diperempatan, terlihat orang berlarian
Hanya ada satu tujuan menyelamatkan diri dan badan
Berteriak, menangis histeris meratapi nasib diri apa yang terjadi

Anak, ibu, bapak, nenek dan kakek terpisah oleh situasi dan kondisi
Tak tahu lagi apa yang harus dilakukan dan diselamatkan
Rumah sakit seketika penuh tumpah ruah dengan lautan manusia
Erangan kesakitan, tangis hisiteris berpadu dengan asa nyawa
Dokter, perawat dan paramedis berjibaku memberikan pertolongan
Antara hidup-mati, asa dan pasrah melekat erat disetiap jiwa

Apatah dosa kami sehingga ditimpa sedahsyat ini
Angka mayat terus merambat seiring jeritan yang menyayat
Darah merah tumpah menyiram tanah
Air mata menggenang membentuk aliran sungai kesedihan
Tulang-tualng putih menganga diantara daging yang terluka

Sementara di ujung utara Merapi menanti untuk unjuk diri
Guguran lava siap melahap apa saja yang bernyawa
Amuk lahar dan debu simbol keperkasaan tak tertahan
Bagi penghuni dilereng yang setia dan berjaga

Oh....Yogyaku semakin dihimpit oleh nestapa
Diselatan prahara gempa datang tanpa diundang
Dan diutara merapi perkasa siap memuntahkan lapar dahaga

Jakarta 29 Mei 2006
Mengenang Tragedi Bencana Yogya 26 Mei 2006

Minggu, 31 Mei 2009

Kawih Sepdur Sepdur

Ulasan oleh Haryanto Niti Prajitno
(Turunan Jawa yang cinta bahasa Sunda)

Sepdur sepdur
Mantri-mantri maan debur
De las depan janur
Janur janur anak panungtung di tangkep

Saacanna punten bilih salah nuliskeun kawihna.
Lamun nguping lagu tiluhur tangtuna geus teu asing ka urang sadaya. Sakolebat inget baheula waktu dilembur keur leutik. Kira-kira taun 80-an. Lagu/Kawih/tembang eta sok dinyanyikeun pas caang bulan. Biasana dinyanyikeun bari arulinan kakaretaan. Kaulinan ieu kawas kaulinan oray-orayan. Saeutikna diulinkeun ku opatan tapi lamun leuwih loba nu miluan jadi leuwih rame kaulinanana. Dua jadi hulu kareta jeung gerbongna tapi lamun loba nu miluan nyaeta hiji jadi hulu kareta sesana kabeh jadi gerbong terus dua deui jadi panto kaluar asup kareta. Bari ngawihkeun eta tembang, kakaretaan eta maju kaluar asup panto. Pas tungtungna lagu (lagu rengse) duaan nu jadi panto nangkep kana gerbong tadi. Nu katangkep jadi “ucing” ngagantian jadi panto. Kitu saterusna gogonjakan, seuseurian pinuh kubungah pas caang bulan.

Sabtu, 30 Mei 2009

Siloka Prang Pring Prung

Lagu Prang Pring Prung
Sebuah ulasan oleh Haryanto Niti Prajitno
(Turunan Jawa anu cinta kana Budaya Sunda)

Prang Pring Prung
Sasunda sunda perang
Perangna di Pangadegan
Surundeng Puyuh
Hayam jago babanterna
Di kentreng kentreng kucubung
Kucubung kuruwak dugel
Mintel

Lamun nguping lagu diluhur eta, sok inget nuju masih alit keneh dilembur. Kinten kinten tahun 80-an eta lagu jadi paulinan barudak. Can aya budaya luar anu ngarongrong kana budaya Sunda harita eta. Burudak sunda estu bener-bener ngamumule kana budayana. Panasaran kana arti lagu eta, kuring nanya-nanya kaurang pituin Sunda. Tapi hanjakal teu aya nu nyaho pasti artina. Beja ceuk kolot kuring (Hanjakal anjeunna teh orang Jawa) mere nyaho arti lagu tiluhur. Saurna lagu eta teh dijieunna (diciptakeun) keur waktu panjajahan Jepang. Lagu eta ngandung siloka sumangat perjuangan ka pribumi pikeun mgusir bangsa deungeun anu kacida sarakahna. Kolot bareto ngahaja nyiuen siloka ieu supaya bangsa panjajah teu ngartieun kana maksud ieu lagu.
Kieu kurang leuwihna
Prang Pring Prung (Bral miang pikeun perang mawa sanjata dimimitian)
Sasunda-sunda Perang (Perang kabeh ditatar sunda)
Perangna di Pangadegan (Perang pikeun mertahankeun nagari)
Surundeng puyuh (Bangsa Jepang anu boncel/pendek enak/gampang dilawanna)
Hayam Jago babanterna (Ku pribumi anu leuwih hebat tur digdaya)
Dikentreng-kentreng kucubung (disumangetan ku mantera-mantera/doa anu mustajab)
Kucubung kuruwak dugel (Mantera/doa anu bisa ngarusak kawas sapi teu aya otak)
Mintel (Moal cageur-caguer malah nambah)

Jakarta 30 May 2009
Inget waktu keur budak baheula

Jumat, 29 Mei 2009

Guruku

Hari ini……………..
Semua impian dan asa telah kami raih bersama-sama
Segala tantangan dan hambatan sudah dilalui dengan kebersamaan
Segenap kesedihan dan kegembiraan telah dirasakan
Satu persatu kenangan itu melintas sekejap dalam benak
Berurut membentuk suatu cerita yang seolah hidup.
Mulai dari perkenalan sampai hari ini perpisahan
Tak terasa sang waktu berjalan dalam hitungan

Wahai guruku.......
Ketika kami memasuki gerbang dunia yang baru
Engkau bimbing kami dengan seluruh kepercayaan
Wahai guruku........
Ketika kami masih bodoh dan lugu tentang segala sesuatu
Engkau tuntun kami dengan sepenuh gudang ilmu
Wahai guruku.........
Ketika kami belum tahu apa yang mesti dikerjakan
Engkau ajarkan kami dengan segala pengetahuan
Wahai guruku ......
Ketika kami salah langkah dan salah tingkah
Engkau arahkan kami dengan nilai-nilai kebaikan dan kemanusiaan
Wahai guruku..........
Ketika kami lelah dan pasrah oleh masalah
Engkau motivasi kami dengan keyakinan yang mendalam

Guruku.......
Kami semua malu terhadap jasamu
Kesabaranmu kami balas dengan kenakalan
Ketulusanmu kami balas dengan kebohongan
Kegigihanmu kami balas dengan kemalasan
Keuletanmu kami balas dengan kecerobohan

Guruku......
Engkau sahabat sejati memahami semua problema kami
Engkau kawan sejalan dalam menempuh perjuangan
Engakau teman yang selalu memberi pertolongan
Engkau orangtua yang penuh pengertian

Kini......
Kami menyesal dalam-dalam
Tak bisa berkata apa-apa untukmu atas jasa dan upaya
Ingin rasanya waktu bisa berputar ulang kebelakang
Agar Kami bisa mengikuti dan menuruti
Semua nasihat, arahan , ajaran dan bimbinganmu

Jakarta 29 May 2009
Mengenang masa-masa SMA dulu yang penuh liku

Kamis, 14 Mei 2009

Nyanyian Sang Pujaan

Kala temaram menyimbah seluruh ragha yang lelah
Dan lembayung senja siap menjemput rembulan di peraduan
Terbesit cahaya mentari menyingkap diantara gumpalan awan
Sementara sang siang sudah penuhi tugas temani sang Bumi seharian
Angin timur terasa dingin hanyut menyentuh pori permukaan
Seakan hadirkan daya baru yang tercipta seketika

Hari itu..............
Nuansa terasa memberi arti tersendiri bagi insani
Setelah seharian berjibaku dengan keringat dan semangat
Tersungging senyum penantian sang pujaan yang selalu dinantikan
Lambungkan angan hingga terasa jarak sehasta diantara
Dan genggaman tangan seolah ada dalam pelukan yang tak mungkin dilepaskan
Tak sabar menanti untuk merajut benang kasih abadi

Wahai .........Sang Putri Mawar.........
Tebarkan wangimu diseluruh raghaku
Hingga yang tercium hanya wangi dan keharuman seisi taman
Tak ada lagi sececer belenggu noda yang merusak suasana
Apalagi seonggok onak yang meracuni hingga darah tak memerah
Biarkan aku menghirup kenyaman dalam sebuah ketenangan

Sang Putri Mawar..........
Wangimu tetap abdi kala malam datang menjelang
Ataupun subuh mulai mengayuh menyeberang siang
Tak lekang seperti sedap malam yang lenyap sesat
Ataupun kemboja yang wangi ditempat peraduan sepi

Jakarta 18 Januari 2002
Rindu akan Pujaan Hati “Mawar Merah”

Sabtu, 09 Mei 2009

Munggaran Serat Tali Asih

Kahatur Tuan Putri Mawar. Mimiten noreh prasasti nu bade disaji, nyambungkeun sampay carios anu lami diantos, teu lepat upami ucapan muja muji dipihaturkeun kapiluhung Agung anu Pangersa sadaya rumingkang di Alam jagat bhuwana Allah SWT. Sabagja dua kabingah nu teu aya pitanding salaksa ieu dinten Tuan Putri sehat lahir sumajeng bathin hegar manah rangkas waruga. Kapiwelas asih Gusti nu disuhun diembun embun manjing gapura karahayuan lir mencarna badra sangkala ka bhuwana tengah teu aya pegatna. Teu dipihilap miwah sungkup saparakanca di Banjar sinareng kulawargi salira Tuan Putri mugiya sami. Sa teu acanna neraskeun sampayan carita, ngaluang basa minilih kata, Aa Atho nyuhunkeun luntur galih jembar manahna Tuan Putri. Teu aya basa nudipika seja nyecep kana balung leuwi ati sanubari lian ti kahapunteneun dina nembean pisan ieu ngalayangkeun titisan serat ka salira Tuan Putri. Boh bilih aya kalepatan wawaran, tiluhur sausap rambut tihandap sadampal sampean. Tangtosna ngajagi kana tungtung peuntasna matak kamadharatan. Tuan Putri.... Aa Atho mihaturkeun nuhun kana rawuh salira Tuan Putri nyambungkeun tali asih silahturahmi. Kawanohan papada insan nu teu acan pernah paamprok jonghok patepang raray kapiawalna. Ciri hiji cikal binangkitna sumanget sumebar kawangian pangharepan enggal. Teu aya papada nu kapiucap, salira ti mugiya Allah SWT nimpal kana sadaya kasaean salira Tuan Putri...amin. Insya Allah, ku Aa Atho carios kawanohan eta bade dirurut moal dugi kasurut sinareng dijagi moal dugi kana basi. Manjing lestari dugi katutup lawang kahuripan dicakra bhuwana. Tuan Putri.... rarangken carios kawanohan nu nembean dipikasorang ku urang janten hiji papaes ati. Teu lantis ku muterna waktos, sinareng sirna kuparobihan zaman. Nanjep mantep lir gunung nu dipatri kujangji ngajaga bhuwana. Teu aya nu dipikaseja mugiya kawanohan janten hiji sasakala dina panghuripan salira Tuan Putri. sasakala nu sapertos bentang nu nyengcelik dilangit atanapi motah banyu laut dipasisiran abadi tur lestari teu aya pamrih nu dipikaasih. Tuan Putri.... upami urang rintih minilih dina salah sahiji wengi ngersakeun nafakuran kana sadaya kabentaran nu aya dilangit, kolebatna badra chandra opat welas anu teu aya tedeng aling-aling nembus dugi ka sapuraning bhuwana tengah. Mukakeun karahasiaan nu kasuput andung-andung kabingung. Teu aya ucap nu tiasa dikocapkeun, lian disimpen dina luewi ati nu abadi. Sadaya kaendahan eta janten hiji diari biography mung Gusti Allah SWT anu Ilmi. Atanapi jumintangna bentang baranang masihan rarancang lampah nu bade disorang. Kahuripan nu sapertos digurat takdir ku Pangersa. Tuan Putri....muterna kahuripan nu digambarkeun ku Aa Atho diluhur nembe, janten tanggul pangadeg nu pancen digerih dina alam pangemutan. Luncatan waktos nu teu karaos, ngajajapkeun urang ka garura raharja. Kasugihan, kabagjaan,kaberkahan nu ayeuna dilakonan panamba kana kepeurihan, kapilara anu parantos kasorang lawas katukang. Sadaya eta hiji amanat ti Pangersa nu pancen diraksa, pameunteu kana kahuripan abadi sabada bhuwana nyaeta alam baka anu nyata. Upami ngemutan papatah "dunya ngan ukur sadaun kelor" atanapi "yuswa sakembaran jagong" teu aya lepat upami urang mimiten ririntih kangge kahuripan jagi kapayun. Tuan Putri.... dina piakhir titisan ieu serat, sakali deui Aa Atho nyuhunkeun dipahunten ti luhur sausap rambut tihandap sadampal sampean kumargi tungtung bhuwana aya watesna piakhir basa teu aya wangunna boh bilih aya ucap basa anu teu sae. Kapendak lian ti beja. Kapinanggih lian ti basa Aa Atho ngantos bewara ti salira. NW : Upami Aa Atho nyebatkeun nami salira dina ieu serat raraosan teh kirang sopan kumargi kitu, nami salira digentos Tuan Putri

Kamis, 07 Mei 2009

Kadeudeuh Hate

Kiwari mangsa teu karasa nincak kana sapta
Babarengan reureujeugan manjing karahayuan
Rerendengan miharep mandep kabagjaan
Paduduaan nitian carita saluyu kamulyaan

Duh ....panineungan…..
Jamparing asih nambih mihade na jero hate
Sagara cinta moal saat rasa salamina
Misaji leuwi kasatiaan pamadegan
Minoreh hiji jangji nu parantos kapatri

Duh…pangalamunan ...panghareupan
Mugiya Gusti maparin kahayang urang
Pageuh ku kadeudeuh
Raket ku kameumeut
Pinuh ku kareueut
Ngalayah ku kanyaah
Paduduan sauyunan
Gumbira....bungah ...tur guligah saterasna

Duh …..pangemutan
Ulah peugat najan ngolebat sakolewat
Ulah paturay kumarga datang sagala dodoja
Moal bisa di pangpalerkeun ku kabeh wanoja sadunia
Teu beunang dibebenjokeun ku pepesan kageulisan
Dugi tutup lawang ragha dibhuwana

Jakarta 6 Mei 2009Untuk Istriku tercinta

Rabu, 06 Mei 2009

Purnama Rembulan

Diantara kisi-kisi hati yang sudah luluh lantak dimakan keadaan
Diantara spektra kata yang tercerai berai berhamburan ....berserakan
Jangan pernah terpupus niatan harapan yang sudah tertanam dalam-dalam
Ataupun berkalang nisan kekalahan atas kekesalan dalam kehidupan.
Kemarin adalah cermin retak yang tak mungkin untuk digunakan lagi
Dan hari ini bukanlah potret diri yang sudah tak ada wajah
Namun......lari dari kenyataan adalah putaran awal dari kemajuan
Untuk kemudian berlari dalam lingkaran sama yang melelahkan
Namun janganlah sampai bertemu dengan jurang kematian
Ataupun bukit harapan terjal yang berisi ular bisa mematikan
Sedangkan tujuan janganlah diciptakan dalam buaian dan lamunan

Wahai lelaki kecil tak berujud dan berbentuk
Biarkanlah rembulan itu dinikmati oleh semua orang
Kehangatannya membuat insan dibhuwana serasa bahagia
Kemulusannya menusuk ilhami bagi para insan kasmaran
Biarkanlah rembulan berkaca diatas gelombang banyu samudra
Kehadirannya yang bulat sekejap lenyap oleh teriakan riak
Sedang pancaran bhadranya tetap pelita dalam gulita
Rembulan akan hadir dimana saja kita berada dipermukaan bhuwana
Dan dia akan berlari menjauh mengimbangi kecepatan kita berlari menggapai harga diri
Dia akan menunduk malu dan membisu kala kita duduk bertapa dan bersahaja
Dan dia akan tetap setia selama kita berharap dan menanti kehadirannya

Oh rembulanku...........yang telah mengerem bualanku
Aku berpasrah hati melepas senyummu dinikmati semesta
Karena aku hanya sepercik dari sisa jagad raya yang mengapung diangkasa
Dan raghaku tak mampu lagi menopang keindahan dan ketulusanmu
Namun ............desiran darah tetap memompa bara asmara
Dan dengusan napas tetap menghangatkan semangat untuk bercinta
Sedangkan daya telah terserap musnah dimakan dan dilumat usia
Untukmu sang rembulan tak mungkin terlupakan

Jakarta, 31 Agustus 2001Sebuah perenungan akan kenyataan

Senin, 27 April 2009

Malam Mencekam

Malam sama seperti dulu penuh misteri
Bintang tidak menambah jumlah terbilang
Sementara rembulan malu mengintip dari awan
Angin dingin tetap masuk merasuk menusuk tulang

Sementara mengiringi dalam sepi
Binatang malam terus bernyanyi tak kenal henti
Lolongan anjing dikejauhan terdengar samar-samar
Alunannya memberi isyarat makhluk jahat akan lewat
Kasat mata namun bisa dirasa telah tiba

Gemerisik daun dan dahan melambai lambai ketakutan
Lentur dan teratur mengikuti gerak gemulai
Nun jauh diangkasa jagat raya
Bunyi guntur mengelegar saling bersahutan
Seolah menjadi irama dan nada kegarangan
Namun sang hujan yang dinanti belum juga kunjung datang

Malam itu…..
Keadaan cukup tegang dan mencekam
Tak ada tawa kelekar yang biasa mengumbar
Tak ada manisnya jagung dan ubi bakar
Ataupun cerita mahakarya Mahabharata dan Ramayana

Dengus napas terengah-engah makin jelas
Getarannya terasa sampai ujung kepala
Dan keringat dingin menemani kegalauan hati
Bulu kuduk berdiri tak sudi berdiam diri
Pikiran kalut, melayang dan terbang
Entah apa bentuk yang ada dalam benak

Jakarta 31 May 2006
Reflesi cerita fiksi Pasca Gempa Yogya

Mantera Raragha Sukma

Heng Wilaheng…………
Dupaning kalembutan ingkang pakidulan
Pangawasa sagara sagala rumingkang
Mancala putra ing mancala putri
Raragha karsa manunggaling kawula
Kawasa nyurupna khala bhatara ing pakulon
Heng wilaheng.............
Raraga mihareup Dewi Blorong mandep
Titah Sabdo sang Ratu Kidul
Rarangken mantera isim kala jimat
Misaji aji dupa paseban tutur karuhun
Dayang laksa durga ing durjana
Heng wilaheng.....
Kawula kapialit ing tatar Pasundan
Kabentar jamparing kacanggret pinasih
Sapta dasa wanoja maha praja
Rakeut geugeut mangkeut kameumeut
Heng Wilaheng......
Pangawasa jurig, bebegig, wewe gombel, wedo genderowo
Ngasukma ing dupa wangi kemenyan
Ngaragha raksa ing nekara kembang rupa
Karasuk ing boneka panjelma kapiandhika
Heng Wilaheng.............
Khala wisesa widuk singganasana
Yudha setra satya ing mandala
Purna kapilawastu mangsa sampurna
Mripat sandhi jumatara ning ati




Jakarta 16 Juli 2001
Sebuah mantera akan asmara

Rindu Sang Istri

Pagi hari di kota Seribu Sungai
Senyap malam tenggelam seiring mentari pagi ditepi
Hangatnya hidupkan urat nadi yang separoh mati malam tadi
Terselimuti rasa rindu yang menderu sekian hari tak bertemu

Sebayang pandang wajah ayu istriku terus merayu
Mengkulum senyum terbangkan angan ke peraduan
Bersama terus mendaki cinta yang bersemi abadi didalam hati
Merekah tumbuh seiring paruh waktu yang semakin melaju

Hati kecil terus berbisik menggoda
Jangan lepaskan dekapan erat walau hanya satu massa
Jangan biarkan tubuh hangat terpisah oleh jarak satu hasta
Biarkan aliran darah bermuara pada satu samudra cinta
Dan buli-bulir peluh semerbak wangi melati di kebun hati
Terbentuk cinta suci yang tak lekang oleh zaman

Wahai istriku….
Aku disini hanya bisa menyapa bayangan
Ingin mempercepat waktu agar bisa bertemu satu
Lepaskan rindu yang telah menjerit membukit
Agar kita bersama lagi seperti hari-hari yang dinanti

Banjarmasin, 28 September 2004
Rindu akan istri diperjalanan kota Banjarmasin

Sabtu, 25 April 2009

Ini Aku

Lokasi Cileueur Banjar

Istriku

Foto ini Diambil Ketika Baru Menikah
Lokasi Cileueur Banjar

Anakku


Anak Pertama


Anak Kedua


Jumat, 24 April 2009

Mantera Undangan Lelembutan

Saghatrada….Saghatrada
Penguasa dari semesta dhunia kegelapan dan kejahatan
Kawula undang sinuhun segera datang ke pemujaan
Hadirlah............hadirlah
Ciumi wangi kembang setaman dalam wajan nekara
Dan secawan darah perawan kawula persembahkan
Isapi ...baui....sesaji kemenyan mengiringi asap dupa ke jumantara
Tak lupa kawula sebakan kepala kambing hitam
Saghatrada..........Saghatrada
Roh lelembut dari raja dedemit...wewe gombel dan wedo genderowo
Tampakkan sandy yudha sinuwun lewat gema selaksa
Wujudkan ragha kasat mata dihadapan para syamya
Sinuhun sang mancala putra ing cakra bhuwana
Datanglah............datanglah
Mantera-mantera puja kawula bacakan menunggu titah
Jampi-jampi puji menyertai sabdo kawulaning dampal gusti
Langgam isim-isim pangagung sinuhun karuhun
Kawula satya dharma ing Pangersa
Muncullah ...... muncullah
Kawula munjuk aji kawedukan ingkang sinuwun
Nambaan kanuragan ing kadigdayaan


Jakarta 17 Juli 2001
Sebuah mantera kecil

Mantera Tolak Bala

Cekecekecek .......cekecekecek
Raja setan nu kawasa .....ratu iblis nu digdaya
Amit-amit jabang bayi
Ulah sakaturut-turutna
Kabawa ka indung bapa
Kapincut ku anak incu
Kabentar ku uwa bibi
Karasuk mitoha garwa

Cekecekecek...........cekecekecek
Raja setan nu kawasa .....ratu iblis nu digdaya
Amit-amit jabang bayi
Nyingkah siah ka bebegig sawah
Ngiprit indit ka raja demit
Mabur ngacir ka wedo genderewo

Cekecekecek...........cekecekecek
Raja setan nu kawasa .....ratu iblis nu digdaya
Amit-amit jabang bayi
Bayi welang nu dipantang
Bayi bodong rambut gondrong
Bayi ajaib borojol maghrib

Cekecekecek...........cekecekecek
Raja setan nu kawasa .....ratu iblis nu digdaya
Amit-amit jabang bayi
Byar miang ulah ngaganggu kawula
Prung ngapung ulah mantog ngajedog
Nepungan balad maraneh kabeh

Cekecekecek...........cekecekecek
Raja setan nu kawasa .....ratu iblis nu digdaya
Amit-amit jabang bayi
Kawula nyuwun karuhun nudipikasuhun
Miceun bala nu aya di ragha
Menta namba nu aya di jiwa

Jakarta, 7 September 2001
Teringat akan sebuah cerita karuhun