Rabu, 06 Mei 2009

Purnama Rembulan

Diantara kisi-kisi hati yang sudah luluh lantak dimakan keadaan
Diantara spektra kata yang tercerai berai berhamburan ....berserakan
Jangan pernah terpupus niatan harapan yang sudah tertanam dalam-dalam
Ataupun berkalang nisan kekalahan atas kekesalan dalam kehidupan.
Kemarin adalah cermin retak yang tak mungkin untuk digunakan lagi
Dan hari ini bukanlah potret diri yang sudah tak ada wajah
Namun......lari dari kenyataan adalah putaran awal dari kemajuan
Untuk kemudian berlari dalam lingkaran sama yang melelahkan
Namun janganlah sampai bertemu dengan jurang kematian
Ataupun bukit harapan terjal yang berisi ular bisa mematikan
Sedangkan tujuan janganlah diciptakan dalam buaian dan lamunan

Wahai lelaki kecil tak berujud dan berbentuk
Biarkanlah rembulan itu dinikmati oleh semua orang
Kehangatannya membuat insan dibhuwana serasa bahagia
Kemulusannya menusuk ilhami bagi para insan kasmaran
Biarkanlah rembulan berkaca diatas gelombang banyu samudra
Kehadirannya yang bulat sekejap lenyap oleh teriakan riak
Sedang pancaran bhadranya tetap pelita dalam gulita
Rembulan akan hadir dimana saja kita berada dipermukaan bhuwana
Dan dia akan berlari menjauh mengimbangi kecepatan kita berlari menggapai harga diri
Dia akan menunduk malu dan membisu kala kita duduk bertapa dan bersahaja
Dan dia akan tetap setia selama kita berharap dan menanti kehadirannya

Oh rembulanku...........yang telah mengerem bualanku
Aku berpasrah hati melepas senyummu dinikmati semesta
Karena aku hanya sepercik dari sisa jagad raya yang mengapung diangkasa
Dan raghaku tak mampu lagi menopang keindahan dan ketulusanmu
Namun ............desiran darah tetap memompa bara asmara
Dan dengusan napas tetap menghangatkan semangat untuk bercinta
Sedangkan daya telah terserap musnah dimakan dan dilumat usia
Untukmu sang rembulan tak mungkin terlupakan

Jakarta, 31 Agustus 2001Sebuah perenungan akan kenyataan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar