Selasa, 15 Desember 2009

Badut Kantoran

Mentari pagi masih malu keluar dari kelambu malam
Sinarnya hanya sebersit diantara ujung-ujung gedung menjulang
Tak nampak suatu kepastian akan datangnya siang menjelang
Ataupun dekapan akan hangatnya impian yang akan digenggam

Sementara itu.........
Bau asap knalpot bersahutan penuhi sesak udara pagi
Truk, bus, motor, bahkan sedan mengkilap seakan berlomba paduan suara
Tak peduli akan peringatan ataupun bahaya yang mengancam kesehatan
Tersingkir jauh nurani untuk peduli akan lingkungan dan masa depan

Satu persatu.....
Langkah-langkah gesit...genit .... tergesa.......terdera.....diburu sang waktu
Berpacu untuk dapatkan kepastian kaki di ruang lobby
Karena ketakutan akan karir dan prestasi yang selalu menghantui
Dan nilai gaji yang menjadi simbol harga diri

Aku ...........
Lelaki dusun yang terjepit dan terbuang
Coba berjuang dirimba belantara ibu kota
‘Tuk sekedar menyambung arti hidup yang mesti dijalani
Karena tak ada pilihan selain mati atau tetap mengikuti

Kini.....
Semakin jelas cermin yang terbayang didepan
Tersisih.... tak dipandang lagi sebagai sesama anak negeri
Terlempar.....tak diharaukan bagai tawanan dari medan juang
Terkapar.......bak injakan sampah yang terlalu murah

Aku tak tahu harus berkata apa....
Terlalu rendah dan murah harga diri hanya ditukar dengan materi
Ataupun nilai kepercayaan yang semakin tipis bahkan lenyap diantara teman
Aku adalah aku yang semakin diambang kebingungan
Antara mutiara hati dan nilai syahwat dunia yang menggoda


Jakarta, 15 Juli 2003