Belum sembuh sejuta luka yang masih menganga
Belum kering merah darah tumpah membasuhi tanah
Belum hilang kesedihan dan kepedihan dalam bayang
Belum tuntas penyelesaian duka gempa kota Yogya
Kini…..
Gulungan ombak besar menghampiri nelayan Pangandaran
Sapaan yang berbeda dari hari-hari seperti biasa
Tak ada kuasa yang dapat menunda dari sesaat bencana tiba
Tak ada ruang tuk sembunyikan jiwa dalam raga
Hanya kaki berlari menjauh dari malaikat maut yang siap menjemput
Pagi hari….aku masih mendengar kicau burung camar diatas deru lautan
Bocah – bocah telanjang dada berlari lincah diatas hamparan putih pasir
Sinar perak kilau memancar dari ombak yang merapat
Angin sepoi membawa mimpi syurga dalam kesejukan pikiran
Tak ada tanda-tanda bahaya mengintai dari kejauhan
Waktu terus bergulir dan bergulir
Saat yang ditentukan Sang Alam menunjukkan keperkasaan
Harta…kedudukan …pangkat dan jabatan yang selalu diagungkan
Tak berarti apa-apa dengan buih letupan dari lautan.
Rumah....hotel...penginapan....wisma......dan perkantoran
Menyerah disapu badai tsunami yang menerjang
Perahu-perahu nelayan pecah menjadi beberapa bagian terbelah
Seketika ...jerit ketakutan mengumandang ke angkasa
Raungan kesakitan menggema di jumantara
Aku hanya terdiam …terpaku dan membisu
Tak bisa berbuat banyak untuk membantu wahai sahabat
Aku disini menatap deritamu dari layar TV
Menghitung kantong mayat yang makin bertambah dalam jumlah
Dan menyelami perasaan duka dan luka yang ada
Jakarta 18 July 2006
Mengenang Tragedi Tsunami Pangandaran
Tanggal 17 July 2006
Rabu, 24 Juni 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar