Senin, 12 Oktober 2009

Akhir dari Kehampaan

Aku yang berada di dua sisi kehidupan
Terletak diantara himpitan tuntutan dan kenyataan
Ingin rasanya berteriak pekak hingga serak perak
Menebus kekesalan dengan menjerit hingga zenit langit
Tapi suaraku habis dikikis lamunan tak bertuan
Lidahku terikat oleh lilitan kecemasan
Dan mulut tertutup belenggu rasa nafsu
Pikiran semakin terbang melayang menerobos alam bayang
Telinga ini sudah pekak akan jargon-jargon topeng kebohongan
Ingin rasanya kusumbat dengan pasak akhirat
Hingga yang ada hanya gaungan kebenaran dari Sang Kalam
Dan tatapan mata semakin suram menuju kehancuran
Hanya jarak sedasa yang bisa diraba....itupun masih belum nyata

Sementara itu...............
Cita tak bulat lagi seperti setetes air dikaca jendela
Idealisme tak sehitam batu pualam yang diciptakan alam
Oh.....dadaku yang semakin pengap oleh asap kepalsuan
Merasuki paru nafas keadilan yang sering disiramkan
Ingin rasanya membuang jauh duri-duri harga diri
Tapi rasanya tangan ini semakin lemah menggenggam
Ingin rasanya berlari menjauhi kehidupan teka-teki
Tapi....kembali kaki ini kaku, ragu dan rapuh untuk bergerak mengkayuh
Hanya bisa berputar dilingkaran lama dan sama
Untuk kemudian diam dan berselang kematian

Oh.....adakah kesalahan bisa digantikan
Dengan secarik kertas putih dari palung hati suci
Atau setunggkup air mata penyesalan yang mendalam
Dan segenang darah merah yang disimbahkan ke tanah
Atau harus ditukar dengan ragha dan nyawa yang tersisa
Jika itu telah kharma yang harus diderita
Kini..............aku hanya bisa menunggu waktu
Sampai sang penjembut menghampiri diriku

Jakarta 17 Juli 2001
Sebuah kata ungkapan penyesakkan
Akan keadaan yang terbeban

Tidak ada komentar:

Posting Komentar