Jumat, 13 November 2009

Ketidakpastian

Kedua kakiku jauh sudah melangkah
Mengikuti bisikan suci kata hati dan ajakan putih naluri
Coba ungkap misteri kehidupan yang legam terpendam
Bukakan tabir takdir gelap yang selama ini masih senyap
Merambah disetiap jengkal tanah dan relung sudut celah kota
Aku coba lalui arah utara dengan pasti
Aku jalani arah selatan dengan segenggam keyakinan
Aku laju arah timur tanpa ada rasa ragu
Aku rambah arah barat penuh gairah
Tak ada loka yang patut curiga tersisa dan terlupa
Semuanya dilakukan dengan tabah dan pasrah
Tanpa lirih pamrih terbakti dari buta mata kaki

Bulir-bulir keringat merambat ragha membasuh meluruh
Wanginya setia menemai hingga lenyap tersapu bayu
Membentuk muara rasa diujung penat yang menyengat
Kawan pengabdian bagi pengorbanan sang petualang

Kelup mataku separuh tenaga lelah melihat yang ada
Kering mata air mata yang selalu bercengkerama dengan luka
Kantuk mengetuk kala siang hilang atau malam akan menjelang
Putih retina terkabur kelabu dimakan usia perjalanan

Suara serak teriak mengangkat penderitaan yang lama terjerat
Jerit pekik melengking hilang ditelan desing lalu lalang
Perau tak menyisakan sepatah kata tuk pecahkan semua problema
Hingga hanya bisu yang masih membara membahana didada
Dan lidah terbujur kaku membiarkan semua berlalu

Telinga sudah tuli dijejali doktrin yang sudah basi
Mengiang seperti genderang perang yang telah ditabuhkan
Tak ada kesejukan dan ketenangan yang lama didambakan
Atau petuah berkah dan khasiat dari nasihat para pujangga Nusantara
Kini yang didapat hanyalah cemoohan dan makian dari insan

Jakarta, 15 Agustus 2003
Suatu reflesi kehidupan menyongsong Fajar Kemerdekaan
Republik Indonesia ke 58
Dirgahayu Negaraku

Tidak ada komentar:

Posting Komentar